November 01, 20255 min read

Kadang Rugi Kadang Buntung

Keserakahan yang datang, hilang tanpa ucapan dan kembali di saat senang.

Semua bermula saat mulai masuk kuliah, setelah menjalani masa SMA yang suram karena terus hidup dalam kungkungan kemiskinan dan makan menumpang rumah orang, akhirnya aku bisa bebas merasakan kehidupan.

Tak terasa sudah hampir empat tahun berlalu sejak aku mulai kenal apa yang orang sebut melek investasi. Berbagai instrumen telah kucoba, mulai dari emas, saham, kripto, Web3 dan sebagainya.

Akan tetapi, seperti kata orang yang entah siapa namanya, sejarah akan berulang, dan ternyata benar saja, aku terus mengalami hal yang sama berulang kali. Seperti tidak belajar dari kesalahan, atau memang aku dikutuk untuk terus mengulangi kesalahan tersebut.

Di pertengahan 2024, aku pernah ikut sebuah komunitas yang isinya para trader crypto handal, dan mereka memang handal sebenarnya. Hampir tiap hari mereka memberikan apa yang sering disebut sebagai calls yang merupakan sebuah sinyal untuk membeli ataupun menjual aset kripto.

Salah satu yang mungkin bisa disebut pencapaianku dulu adalah kenaikan hampir 50% untuk total portfolio ku, yang mana bagiku dulu sangat besar mengingat jumlah aset yang kuinvestasikan juga tidak bisa dibilang sedikit. Akan tetapi, karena salah satu tujuh dosa besar manusia, yaitu ketamakan, angka persenan yang dulu berwarna hijau dan menunjukkan panah ke atas, kian lama malah berubah menjadi warna merah dengan tanda panah ke bawah.

Sebenarnya aku tahu apa yang disebut cut loss dan take profit, tapi entah kenapa ilmu-ilmu dasar seperti itu saja seakan menguap saat pikiranku dipenuhi endorfin.

Sayangnya itu baru satu kejadian, beberapa minggu setelahnya, aku menemukan salah satu coin yang memiliki grafik layaknya angka pertumbuhan penduduk di Indonesia, selalu naik layaknya tangga. Tapi karena ini masih di bumi, apa yang naik suatu saat akan turun juga, bukan karena gravitasi, tapi karena para bandar memang kepingin saja, dan sialnya grafik tersebut tak turun sebagaimana ia naik, tetapi malah membentuk garis lurus kematian yang bisa menyedot 40 hingga 60% aset portofolioku, dan sialnya lagi, garis tersebut muncul saat-saat aku sedang memejamkan mata sampil membayangkan menjadi paman gober yang bergelimang harta. Sayangnya hal tersebut tidak pernah terjadi.

Sampai sekarang sebenarnya aku masih heran kenapa diriku masih bisa bernafas lega, mungkin karena memang settingan pabrik dari sananya yang tidak suka memikirkan sesuatu yang menggusik pikiran.